Siapa Tokoh Dibalik Pemekaran Kabupaten Padang Lawas

 Tokoh-Tokoh Pejuang Pemekaran Kabupaten Padang Lawas

Pemekaran Kabupaten Padang Lawas (Palas) dari Kabupaten Tapanuli Selatan adalah hasil dari perjuangan panjang berbagai elemen masyarakat yang berlangsung selama puluhan tahun. Kabupaten ini akhirnya resmi berdiri melalui Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2007 pada 10 Agustus 2007. Di balik deklarasi administratif tersebut, terdapat sejumlah tokoh yang berperan penting dalam memperjuangkan aspirasi rakyat Padang Lawas.


1. Tokoh Masyarakat Penggagas Awal (1992)

Cikal bakal perjuangan pemekaran dimulai dari Musyawarah Tokoh Masyarakat Padang Lawas di Medan, 13 April 1992, yang difasilitasi oleh Gubernur Sumatera Utara saat itu, Raja Inal Siregar. Beberapa tokoh utama yang terlibat di tahap awal perjuangan ini antara lain:

H. Baginda Siregar

H. Padamulia Lubis

H. Marahadi Hasibuan

H. Mangaraja Tagor Hasibuan

Mereka menjadi penggerak awal aspirasi pemekaran daerah, mendorong wacana tersebut ke tingkat provinsi dan nasional. (Sumber: SuaraIndependen.com, 2017 – “Irfan Kamil Siregar, Tokoh Pemuda Padang Lawas”)

2. Panitia Persiapan Kabupaten Padang Lawas (2001)

Perjuangan makin konkret ketika pada Februari 2001 terbentuk Panitia Persiapan Kabupaten Padang Lawas di Sibuhuan. Struktur panitia ini sebagai berikut:

Ketua: Marahadi Hasibuan

Wakil Ketua: Syamsul Bahri Tanjung

Sekretaris: H. Andolan Siregar

Wakil Sekretaris: David Daulay

Bendahara: H. Muslihuddin Nasution

Wakil Bendahara: H. Amir Hamjah Harahap

Panitia ini didampingi oleh Dewan Penasehat yang terdiri dari tokoh agama dan adat, seperti:

KH. Muchtar Muda Nasution

KH. M. Arjun Akbar Nasution

Tongku Fikir Lubis

H. Abdul Wahab Harahap

(Sumber: 123dok.com – “Politik Pemekaran Daerah Kabupaten Padang Lawas”)

3. Peran Strategis DPRD Tapanuli Selatan

Dukungan legislatif menjadi tonggak penting saat DPRD Tapanuli Selatan periode 2004–2009 membentuk Pansus Pemekaran Kabupaten Palas, dipimpin oleh:

Ketua: Ir. H. Syarifuddin Hasibuan, M.Si

Anggota DPRD dari daerah pemilihan yang kini menjadi wilayah Palas juga berperan besar dalam memperjuangkan RUU tersebut di pusat. Di antara mereka:

H. Syafaruddin Harahap

H. Suyetno HS

Leider Harmeni Nasution

Drs. H. Jamaluddin Hasibuan

Ahmad Yuspan Pulungan

H. Mhd Ayunan Hasibuan

H. Ali Juman Lubis

Ir. H. Lukman Nasution

Sahrul Efendi Hasibuan

(Sumber: Waspada.id – “15 Tahun Padanglawas, Melirik Kondisi di Balik Ambisi”)

4. Peran Tokoh Pers dan Opini Publik

Perjuangan melalui opini publik juga turut mendukung gerakan pemekaran. Dua nama yang diakui sebagai pejuang dari kalangan jurnalis lokal adalah:

Ibnu Sakti Nasution

Bonardon Nasution

Keduanya menerima penghargaan resmi dari Pemkab Palas pada HUT ke-14 sebagai penggerak opini pemekaran. (Sumber: Madinapos.com – “Dua Tokoh Pers Palas Menerima Penghargaan Pejuang Pemekaran”)


5. Tokoh-Tokoh yang Dikenal Secara Lisan

Meskipun tidak tercatat dalam dokumen atau arsip digital, banyak tokoh lain yang dikenal di tengah masyarakat sebagai bagian dari perjuangan panjang pemekaran Padang Lawas. Mereka sering disebut dalam diskusi-diskusi lisan maupun perbincangan informal:

H. Fachruddin (DPR RI)

H. Ridho Harahap

Ali Sutan Harahap

Monang Harahap, Dll

Sayangnya, karena minimnya dokumentasi resmi dan keterbatasan arsip digital, kontribusi mereka tidak tercantum dalam sumber-sumber daring atau dokumen resmi. Hal ini menandakan adanya kekosongan historiografi lokal yang perlu segera diisi.

Pentingnya Dokumentasi Sejarah Resmi

Kekurangan data tertulis mengenai beberapa tokoh di atas menunjukkan pentingnya inisiatif Pemerintah Kabupaten Padang Lawas untuk menyusun buku sejarah resmi berdirinya kabupaten ini. Buku tersebut seharusnya memuat:

Nama-nama tokoh dari seluruh unsur, masyarakat, agama, legislatif, birokrasi, dan media

Peran dan kontribusi mereka secara kronologis dan tematis

Kronologi perjuangan pemekaran dari awal wacana hingga penetapan UU

Tanpa dokumentasi yang sah, generasi mendatang berisiko melupakan siapa sebenarnya yang telah berjuang untuk berdirinya daerah ini. Lebih jauh lagi, narasi sejarah bisa disalahgunakan atau diklaim sepihak oleh pihak-pihak yang tidak berkontribusi nyata.

Perjuangan pemekaran Kabupaten Padang Lawas adalah sejarah kolektif. Menuliskannya secara utuh bukan hanya sebagai bentuk penghormatan kepada para tokoh, tetapi juga sebagai fondasi identitas daerah dan pelajaran berharga bagi masa depan.

KEBIASAAN YANG MERUSAK OTAK

 Studi di jurnal Neurology (2017) mencatat bahwa kurang tidur kronis selama satu minggu saja dapat menurunkan volume materi abu-abu di hipokampus wilayah otak kunci untuk ingatan hingga tiga persen. Selama ini, banyak orang mengira penuaan otak datang perlahan. Nyatanya, kebiasaan harian yang tampak sepele bisa mempercepat kerusakan neuron dalam hitungan hari.

Setiap hari kita menuntut otak bekerja maksimal menganalisis data, membuat keputusan, dan tetap kreatif di tengah distraksi. Sayangnya, banyak perilaku rutin yang justru menggerogoti jaringan saraf tersebut. Ibarat mesin canggih, otak membutuhkan perawatan spesifik: istirahat cukup, bahan bakar bergizi, dan minim racun. Tanpa sadar, lima kebiasaan berikut menjadi “peretas internal” yang memperpendek umur sel otak lebih cepat daripada faktor genetik apa pun.

1. Begadang sambil menatap layar ponsel

Matthew Walker dalam “Why We Sleep” menegaskan bahwa cahaya biru gawai menekan produksi melatonin hingga 50 persen. Hasilnya: kualitas tidur merosot, proses pembuangan racun di otak (melalui sistem glymphatic) terhambat, dan sel-sel saraf yang lelah tidak pernah pulih. Keesokan paginya kamu merasa “pikun sebentar”—padahal sel otak benar-benar kehilangan daya sambung.

2. Cemilan manis dan tepung olahan sebagai pengganti sarapan

David Perlmutter di “Grain Brain” menunjukkan bahwa lonjakan glukosa berulang memicu peradangan mikro di otak. Gula dan tepung putih menyebabkan resistansi insulin saraf, membuat neuron kelaparan di tengah limpahan energi. Jangka panjangnya? Jaringan otak menyusut, fungsi eksekutif melambat, dan risiko demensia melonjak dua kali lipat.

3. Multitasking digital—pindah aplikasi setiap menit

Nicholas Carr dalam “The Shallows” menjelaskan konsep plasticity drain: semakin sering otak gonta-ganti konteks, semakin dangkal jalur sinaptik yang terbentuk. Notifikasi media sosial, chat, dan email bertubi-tubi melatih otak menyukai ketergesaan, bukan kedalaman. Lambat laun, kapasitas fokus pendek membuat kamu sukar membaca satu halaman penuh tanpa terdistraksi, sementara koneksi saraf yang mendukung refleksi panjang merapuh.

4. Duduk seharian tanpa gerak

John Ratey di “Spark” menulis bahwa aktivitas fisik memompa faktor pertumbuhan otak (BDNF). Kebalikannya, gaya hidup duduk lebih dari delapan jam menurunkan aliran darah hingga 40 persen ke korteks prefrontal. Kekurangan oksigen dan nutrisi membuat neuron kekurangan pasokan energi, mati perlahan, dan tidak tergantikan secepat jaringan tubuh lain.

5. Menganggap stres kronis itu “bumbu kerja keras”

Mithu Storoni memaparkan dalam “Stress Proof” bahwa kortisol berkepanjangan mengecilkan hipokampus dan membebani amigdala—dua wilayah penentu memori jangka panjang serta regulasi emosi. Bila kamu terus mengejar deadline tanpa jeda relaksasi, hormon stres menggerogoti cabang dendrit, menurunkan kapasitas belajar, bahkan menekan sistem kekebalan otak terhadap plak protein beracun.

Kemampuan berpikir tajam bukan semata hasil bakat. Ia dibangun—atau dihancurkan—oleh kebiasaan sehari-hari. Dari lima kebiasaan di atas, mana yang paling sering kamu lakukan tanpa sadar? 

Perlukah dalam Dakwah Toleransi Syubhat

 *Kebablasan dalam Toleransi Syubhat: Perlukah dalam Dakwah?*

Oleh: Ahmad Firdaus

Dalam dunia dakwah, sering muncul dilema: Apakah kita perlu bertoleransi pada hal-hal syubhat demi merangkul umat? Atau justru toleransi yang kebablasan itu akan merusak tujuan dakwah itu sendiri?

*Syubhat: Di Antara Halal dan Haram*

Rasulullah ﷺ bersabda:

> “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Dan di antara keduanya ada perkara syubhat (samar) yang kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Barangsiapa menjaga diri dari syubhat, maka dia telah membersihkan agama dan kehormatannya...”

(HR. Bukhari dan Muslim)

Syubhat adalah wilayah abu-abu, tidak jelas statusnya. Prinsip Islam mendidik kita agar menjauh dari yang syubhat demi menjaga kejelasan halal dan haram.

Kenapa Toleransi Syubhat Muncul?

Dakwah tidak berjalan di ruang hampa. Realitas umat berbeda-beda:

Ada yang iman dan ilmunya masih dangkal.

Ada kondisi masyarakat baru hijrah, masih terbiasa dengan hal syubhat.

Kadang da’i menggunakan toleransi syubhat untuk pendekatan bertahap (tadarruj) agar orang tidak lari dari agama.

Semua ini memang bagian dari hikmah dakwah — tapi tetap harus terarah.

 Bahaya Kebablasan

Toleransi syubhat menjadi masalah kalau tidak dikontrol. Contoh:

Membiarkan acara hiburan campur maksiat demi menarik massa.

Turut dalam ritual agama lain dengan dalih “toleransi”.

Menutup mata terhadap keharaman karena takut kehilangan jamaah atau donatur.

Padahal, kebablasan seperti ini justru menodai dakwah. Islam jadi tampak abu-abu, padahal syariat itu tegas.

 Bagaimana Sikap Da’i?

Prinsipnya:

> “Al-Haqqu yu’raf bil dalil, laa bil jamaah.”

Kebenaran diukur dengan dalil, bukan dengan banyaknya pengikut.

Da’i tetap bijak: menyampaikan dengan hikmah dan kelembutan.

Da’i tetap tegas: membimbing umat agar naik kelas, menjauhi syubhat, dan berpindah ke yang halal dan thayyib.

Da’i tidak menjadi penikmat keramaian tanpa perbaikan iman jamaah.

Toleransi: Boleh, Asal Terarah

Jika terpaksa menoleransi syubhat, harus ada:

 1. Tujuan jelas: hanya sebagai jembatan, bukan pembiaran permanen.

2. Penjelasan: umat paham batasnya.

3. Bimbingan: umat diarahkan meninggalkan syubhat sedikit demi sedikit.


 Penutup

Dakwah itu menuntun, bukan membiarkan. Toleransi syubhat yang terarah bisa jadi jembatan, tetapi kebablasan justru membuat umat tersesat di persimpangan.

Semoga Allah menjaga para da’i agar tetap kokoh di atas kebenaran, lembut dalam pendekatan, dan tegas dalam prinsip.

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberinya jalan keluar.”

(QS. Ath-Thalaq: 2)