*Kebablasan dalam Toleransi Syubhat: Perlukah dalam Dakwah?*
Oleh: Ahmad Firdaus
Dalam dunia dakwah, sering muncul dilema: Apakah kita perlu bertoleransi pada hal-hal syubhat demi merangkul umat? Atau justru toleransi yang kebablasan itu akan merusak tujuan dakwah itu sendiri?
*Syubhat: Di Antara Halal dan Haram*
Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Dan di antara keduanya ada perkara syubhat (samar) yang kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Barangsiapa menjaga diri dari syubhat, maka dia telah membersihkan agama dan kehormatannya...”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Syubhat adalah wilayah abu-abu, tidak jelas statusnya. Prinsip Islam mendidik kita agar menjauh dari yang syubhat demi menjaga kejelasan halal dan haram.
Kenapa Toleransi Syubhat Muncul?
Dakwah tidak berjalan di ruang hampa. Realitas umat berbeda-beda:
Ada yang iman dan ilmunya masih dangkal.
Ada kondisi masyarakat baru hijrah, masih terbiasa dengan hal syubhat.
Kadang da’i menggunakan toleransi syubhat untuk pendekatan bertahap (tadarruj) agar orang tidak lari dari agama.
Semua ini memang bagian dari hikmah dakwah — tapi tetap harus terarah.
Bahaya Kebablasan
Toleransi syubhat menjadi masalah kalau tidak dikontrol. Contoh:
Membiarkan acara hiburan campur maksiat demi menarik massa.
Turut dalam ritual agama lain dengan dalih “toleransi”.
Menutup mata terhadap keharaman karena takut kehilangan jamaah atau donatur.
Padahal, kebablasan seperti ini justru menodai dakwah. Islam jadi tampak abu-abu, padahal syariat itu tegas.
Bagaimana Sikap Da’i?
Prinsipnya:
> “Al-Haqqu yu’raf bil dalil, laa bil jamaah.”
Kebenaran diukur dengan dalil, bukan dengan banyaknya pengikut.
Da’i tetap bijak: menyampaikan dengan hikmah dan kelembutan.
Da’i tetap tegas: membimbing umat agar naik kelas, menjauhi syubhat, dan berpindah ke yang halal dan thayyib.
Da’i tidak menjadi penikmat keramaian tanpa perbaikan iman jamaah.
Toleransi: Boleh, Asal Terarah
Jika terpaksa menoleransi syubhat, harus ada:
1. Tujuan jelas: hanya sebagai jembatan, bukan pembiaran permanen.
2. Penjelasan: umat paham batasnya.
3. Bimbingan: umat diarahkan meninggalkan syubhat sedikit demi sedikit.
Penutup
Dakwah itu menuntun, bukan membiarkan. Toleransi syubhat yang terarah bisa jadi jembatan, tetapi kebablasan justru membuat umat tersesat di persimpangan.
Semoga Allah menjaga para da’i agar tetap kokoh di atas kebenaran, lembut dalam pendekatan, dan tegas dalam prinsip.
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberinya jalan keluar.”
(QS. Ath-Thalaq: 2)
No comments:
Post a Comment
terima kasih sudah berkunjung