Tragedi "Binjai Berdarah" Tahun 2002 VERSI 1

Kontak senjata di Binjai menyisakan duka bagi para keluarga korban. Mereka berharap, ada yang memperhatikan nasib anak-anak korban. 
 
Insiden berdarah saat anggota Batalyon Lintas Udara 100/Prajurit Setia menyerbu Polres Langkat dan Markas Brimob di Binjai (Sumut) menyisakan cerita duka. Apalagi, kontak senjata terjadi cukup lama, dari mulai Minggu (29/9) jam 23.00 hingga Senin (30/9) pukul 07.00. Syukurlah, sejak itu Binjai berangsur normal. Saat berita ini diturunkan Senin (7/10), suasana Binjai sudah aman.
Begitupun, masih ada beberapa warga yang belum berani melepas anak-anaknya ke sekolah. Suasana ketakutan masih terlihat di asrama Polres Langkat yang dihuni 22 keluarga. Asrama ini terletak di belakang Polres. "Situasi waktu itu seperti perang saja. Sampai sekarang kami masih dicekam ngeri," kata salah seorang ibu.
Insiden itu menelan sejumlah korban. Salah satunya, Brigadir Ridwan Bin Ayat (42), yang ditemukan tewas Senin (30/9). Kesedihan amat dirasakan sang istri, Fatimah Boru Simanjuntak (45). Ibu tiga anak ini masih ingat, pagi setelah insiden meletus, "Suami saya menyuruh anak-anak masuk rumah."
Setelah itu, lanjut Fatimah, sang suami pergi. Mengingat situasi masih rawan, Fatimah dan anak-anaknya ikut rombongan anggota Polri menyelamatkan diri. Namun, begitu berada di tempat aman, "Saya dikontak seorang personel Polri. Mereka menyuruh saya pulang."
 
KUE ULANG TAHUN
Sepanjang jalan pulang, Fatimah khawatir sesuatu yang buruk menimpa suaminya. Namun ia berusaha tenang. Toh, pikirnya, pertempuran telah usai. Tak tahunya, "Di rumah saya dikabari, suami saya telah meninggal. Di kepalanya ada luka," cerita Fatimah dengan tersendat-sendat.
Akan tetapi hari itu jasad Ridwan belum bisa dipulangkan. Keesokan harinya Selasa (1/10) barulah jenazah sampai di rumah dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Binjai.
Apa yang menimpa Ridwan? Menurut kabar yang didengar Fatimah, pagi itu sekitar 30 personel Polri berkumpul di Polres mencari perlindungan ke rumah dinas walikota. Akan tetapi, "Sekitar pukul 10.00, mereka masih dihadang tentara. Para personel Polri lari menyelamatkan diri. Ada yang ke kebun lada di belakang asrama. Ada yang ke rumah dinas walikota. Untuk ke sana harus menyeberang Sungai Bingel. Nah, suami saya termasuk yang nyebur sungai."
Fatimah menduga, bisa jadi karena kecapekan berlari, kondisi suaminya menurun dan tenggelam saat berenang. "Sebenarnya ada satu temannya yang berusaha menolong, tapi gagal. Ya, sudah nasib suami saya harus meninggal dengan cara seperti itu," sesal Fatimah.
Kepergian Ridwan merupakan pukulan teramat berat bagi Fatimah yang masih harus menyekolahkan Rudiyanto (20), Kristina Julianti (17), dan Lily Karrtika Sari (15). "Entahlah, apa masih bisa saya mengantar anak-anak mencapai cita-citanya. Mereka ada yang mau jadi dokter. Terus si bungsu ingin jadi polisi. Dari mana nanti biayanya?" ujar Fatimah gundah.
Si bungsu Lily juga tampak terguncang. Terlebih ia amat dekat dengan ayahnya. "Tahun lalu, Ayah minta dibuatkan kue ulang tahun empat tingkat. Nah, tanggal 27 Oktober nanti saat ulang tahun ke-42 Ayah, kami mau membuatkan kue ulang tahun bertingkat. Ayah sudah bilang, kue yang paling atas untuk Lily," paparnya. 
 
TAK MALU KE PASAR
Duka cita dirasakan pula oleh Fatmawati (42) yang kehilangan suaminya, Rusli Mandai (45). Tragisnya, Rusli bukanlah polisi. Ia adalah pegawai sipil. Ibu dua anak ini terakhir bertemu suaminya, Minggu (29/9) malam. "Dia menghadiri undangan perkawinan anak salah satu anggota Persatuan Tujuh Koti di Pangkalan Brandan," cerita Fatmawati kepada NOVA di rumahnya, Jln. Ismailiyah, Medan Rabu (4/10).
Fatmawati masih ingat, suaminya berangkat bersama rekan-rekannya dengan tiga mobil. Kabar yang didengar Fatmawati, begitu pesta selesai, Rusli dan kawan-kawannya kembali ke Medan pukul 01.00. Namun di tengah perjalanan ke arah Binjai mobil distop personel TNI. "Sopirnya sempat minta ampun dan mengatakan mereka hanya warga sipil."
Namun, lanjut Fatimah, para oknum TNI itu tetap menembaki mobil. “Peluru mengenai kaki, kepala, dan badan suami saya. Dari tiga orang dalam mobil itu, hanya suami saya yang tewas," cerita Fatmawati sembari terisak-isak.
Awalnya Fatmawati mendengar suaminya kecelakaan. Begitu sampai di rumah sakit dan melihat keadaan Rusli, "Menjeritlah saya. Kenapa suami saya mesti ditembak? Apa salah dia?" ratapnya.
Kembali Fatmawati larut dalam duka. Wajahnya sembap. "Ya, Allah mengapa begitu cepat Kau ambil suami saya. Dia berangkat dari rumah dalam keadaan rapi, tapi sekarang..." Air mata Fatmawati pun makin deras mengalir.
Masih hangat dalam kenangan Fatmawati betapa suaminya begitu menyayangi anak-anaknya. "Dia sangat memperhatikan anak-anak. Segala keperluan anak-anak selalu dia perhatikan. Bahkan dia tak malu ke pasar membelikan kain strimin untuk pelajaran prakarya anak-anak. "
Kendati demikian, Fatmawati tak mau terlalu lama larut dalam duka. Ia berjanji akan mengantarkan dua anaknya, Nova Rosalina (15) dan Linda Yani (12) meraih cita-citanya. "Suami saya sudah tenang. Tinggal saya yang harus meneruskan tanggung jawab ini. Tapi apa saya sanggup?" sambatnya di tengah sedu sedan. "Mudah-mudahan bapak-bapak yang berwenang mau menolong memperhatikan anak-anak saya," harapnya.
 
LUKA DITUTUP KAIN
Salah satu korban selamat peristiwa ini adalah M. Nazir Remo (43). Saat kejadian, bapak tiga anak ini sedang berdagang rokok dan minuman di warungnya di kawasan Tugu, Binjai. Akibat lukanya, ia dirawat di RSU Pirngadi, Medan. "Peluru di punggungnya sudah diambil," kata Ermy Fatnura (40), istri Nazir, saat menjaga suaminya, Jumat (4/10),
Dengan kondisi yang masih lemah, Nazir bisa menceritakan kembali peristiwa yang dia alami. "Mula-mula saya dengar suara-suara tembakan. Saya masih tenang, karena terdengarnya di kejauhan. Ternyata makin lama makin dekat. Sampai trafo utama dekat terminal meledak. Semua lampu pun mati. Suasana gelap."
Ketakutan, Nazir mencari tempat aman untuk tiarap. Ia juga meminta putrinya, Niken Handayani (15) yang menemaninya di warung untuk menyelamatkan diri. "Dia sampai di rumah dengan selamat." Sekian detik kemudian, sebutir peluru menerjang punggung Nazir. "Sakitnya sungguh tak terbayang. Saya lalu berusaha minta bantuan di pos penjagaan DLLAJR di terminal. Luka di punggung saya tutup dengan kain," cerita Nazir sambil sesekali meringis menahan sakit. Untung, seseorang di pos penjagaan itu bersedia melarikannya ke rumah sakit.
Nazir bersyukur, luka tembakan itu tak berakibat fatal. Ia juga sedikit terhibur ketika Sabtu (5/10) lalu sejumlah pejabat TNI menjenguk dirinya serta korban lain di RSU Pirngadi. "Kami dijanjikan akan mendapat penggantian biaya perawatan," ujar Nazir yang berharap kelak peristiwa serupa jangan sampai terulang kembali.

BERMULA DARI PERUSAKAN RUMAH
Bentrokan ini bermula ketika rumah A Tiong, warga Jln. Patimura, Binjai, Sabtu (28/9) pagi didatangi segerombolan pemuda. "Saya enggak tahu mereka siapa," kata A Tiong.
Para pemuda itu datang dengan membawa palu, cangkul, dan parang. Mereka merusak bagian samping rumah A Tiong. Melaporlah kemudia A Tiong ke Polres Langkat. "Kami kemudian berhasil menangkap Marwan alias Wawan yang diduga kuat ikut merusak rumah A Tiong," kata Kapolres Langkat AKBP Maman pada wartawan, Senin (30/9).
Saat ditangkap, "Marwan juga kedapatan membawa beberapa butir ekstasi di saku celananya." Belum sehari Wawan ditangkap, Kasatserse Polres Langkat, AKP Togu Simanjuntak kedatangan dua tamu yang mengaku anggota Linud 100/PS. "Yang seorang bernama Praka Arman. Keduanya minta Wawan dibebaskan. Namun permintaan mereka ditolak," kata Maman.
Merasa usahanya gagal, "Arman datang lagi tapi dengan mengajak rekan-rekannya. Dia mengatakan, ada anggota Linud ditahan di Polres Langkat tanpa sebab," lanjut Maman. Menurut Maman, sekitar 20 puluh anggota Linud mendatangi Mapolres dengan sepeda motor, bersenjatakan parang dan
sangkur. "Tetap saja Wawan tidak bisa dibebaskan. Apalagi dia terkena pasal
narkoba."
Masih cerita Maman, setelah terjadi adu mulut, salah seorang anggota Linud menyerang Togu dan rekannya, Ipda M Simbolon dengan sangkur. "Untuk menolong Togu, beberapa anggota melepas tembakan yang melukai Praka Arman dan Praka Ilman. Khawatir dapat serangan balasan, anggota Polres lantas mengontak Brimob Binjai. Begitulah, hingga akhirnya terjadi bentrok senjata lebih luas." 


No comments:

Post a Comment

terima kasih sudah berkunjung