
Turbo coding adalah sebuah teknik untuk mengoreksi kesalahan yang ditemukan tahun 1993. Teknik ini telah merevolusi dunia coding theory setelah mengalami kelesuan puluhan tahun karena para peneliti "mentok" pada problem memory dan kompleksitas decoding convolutional code. Turbo code kemudian menjadi teknik coding utama pada teknologi 4G (LTE), baik uplink maupun downlink.
Sesungguhnya tidak ada yang "turbo" pada turbo coding. Ini adalah coding biasa, namun rahasianya ternyata bukan pada elemen komponennya, melainkan pada "sistem tukar informasinya" yang diwujudkan dalam bentuk rasio keyakinan (Likelihood ratio=LR). LR ini kemudian menjadi sederhana lagi jika dinyatakan dalam nilai logaritma, disebut sebagai log-likelihood ratio (LLR), karena perkalian akan menjadi penjumlahan dalam domain itu.
LLR inilah yang sangat menarik, karena ia berisi perbandingan keyakinan atas kebenaran sebuah informasi. Jika sebuah komponen yakin bahwa kemungkinan benarnya sebuah berita itu lebih tinggi daripada kemungkinan salahnya, maka komponen itu memberikan LLR positif ke komponen kedua. Bisa kita tuliskan sederhananya sebagai berikut:
Pr(berita=benar|terima berita) > Pr (berita=salah|berita) --> maka nilai LLR Positif..................(1)
Sebaliknya, jika
Pr(berita=salah|terima berita) > Pr (berita=benar|berita) --> maka nilai LLR negatif..................(2)
Gambar 1: Teknik koreksi kesalahan yang bisa berakibat sebagai teknik penyebar kesalahan
(sumber gambar: dokumen pribadi)
Bagaimana nilai LLR ini ditukar, silakan lihat gambar di atas itu. Jadi prinsip kerja turbo code adalah dengan saling menukarkan informasi keyakinan LLR antar komponennya.
Bagaimana mengetahui sebuah berita itu benar atau salah
Di dalam turbo code, berita akan di-decode menggunakan algoritma BCJR, sebuah algoritma yang ditemukan tahun 1974. Di dalam BCJR algorithm ini, ada mekanisme pengecekan dengan menggunakan trellis diagram, yaitu sebuah diagram untuk menganalisa di step mana kira-kira terjadi kesalahan. Nah, dalam konsep kemasyarakatan kita, sebenarnya ada juga "trellis diagram ini", yaitu sebuah sistem yang disebut "tabayun", mengkonfirmasi ke sumber sebelumnya. Trellis diagram adalah seperti ini
Gambar 2: Trellis diagram, bagi kita adalah sebuah konsep tabayun ketika menerima sebuah berita
(sumber gambar: commons.wikimedia.org)
Apakah kita membayangkan efeknya jika menyebarkan berita salah
Hasil koreksi turbo code ditunjukkan oleh gambar berikut ini. Kurva (a) adalah hasil yang terjadi jika kita tanpa memahami kebenaran sebuah berita, tetapi menyebarkannya. Anda lihat error/kesalahannya naik dari 0.01 menjadi 0.5 karena asumsi bahwa berita itu bernilai biner, salah dan benar saja.
Gambar 3: Hasil sharing berita. Note: Hasil ini bisa diprediksi menggunakan teknik yang disebut "EXIT Analysis", yaitu sebuah teknik yang sangat mudah untuk analisis pertukaran informasi antar komponen.
(sumber: dokumen pribadi)
Bagaimana jika kita hanya menyebarkan berita yang benar-benar yakin akan kebenarannya, hasilnya adalah kurva (d), yaitu menuju perbaikan, dari error 0.01 menjadi kurang dari 0.00001 seiring dengan energi yang dikeluarkan atau berjalannya waktu.
Perlunya Diam
Bagaimana jika kita ragu, tidak yakin akan kebenaran atau kesalahan sebuah berita, jawabannya adalah "lebih baik diam". Mengapa? karena nilai dari Pr(berita=benar)=Pr (berita=salah)=1/2, maka LLR=log (0.5/0.5) = log 1= 0, yang artinya harus diam.
Hasilnya ada 2, yaitu
(1) kurva (c): masih bisa memperbaiki keadaan, seiring berjalannya waktu, karena kadang-kadang waktu juga menjadi solusi.
(2) kurva (b): tidak akan merubah keadaan, tetapi minimal tidak menambah keburukan.
Pelajaran yang kita ambil adalah:
Dengan perkembangan teknologi telekokumunikasi, mudah sekali kita mengalami "turbo code" dengan saling sharing informasi. Jika kita tidak yakin akan kebenarannya, lebih baik diam, tidak mensharingnya.
http://www.facebook.com/notes/khoirul-anwar/coding-dan-kebenaran-suatu-berita-lebih-baik-bicara-atau-diam/10151603487607239
No comments:
Post a Comment
terima kasih sudah berkunjung