Pengguna Repeater Ilegal Terancam Denda Rp 600 Juta



Penggunaan perangkat penguat sinyal (repeater) tanpa izin kian marak dilakukan masyarakat. Pemerintah melalui Kementerian Kominfo memperingatkan agar para pemilik, pedagang atau pengguna repeater tidak menggunakan perangkat tersebut karena melanggar UU Telekomunikasi No. 36/1999.

"Penggunaan perangkat penguat sinyal hanya diperuntukkan kepada penyelenggara telekomunikasi seluler yang telah memiliki izin dan tidak digunakan oleh pribadi atau masyarakat umum," jelas Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo, Gatot S. Dewa Broto.

Dalam Pasal 38 UU Telekomunikasi No. 36/1999 disebutkan: setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi.

Bagi yang melanggar ketentuan tersebut akan dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 55 UU Telekomunikasi berupa pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak 600 juta rupiah.

Untuk mengatasi banyaknya penggunaan repeater, Kementerian Kominfo dan aparat penegak hukum dalam waktu dekat akan melakukan razia perdagangan dan penggunaan repeater yang digunakan secara ilegal oleh masyarakat. Razia dilakukan dengan cara menyegel atau menyita perangkat tersebut dan/atau akan dilakukan proses hukum lebih lanjut.

Meski demikian, bukan berarti tidak ada konsekuensi bagi para penyelenggara telekomunikasi. Sebab salah satu alasan masyarakat sering menggunakan repeater adalah karena sering buruknya kualitas layanan telekomunikasi sehingga banyak pelanggan yang mengeluh.

Buruknya kualitas layanan seperti terjadinya blank spot di beberapa area umumnya terjadi karena fungsi BTS tidak optimal karena adanya interferensi. Karena itu para penyelenggara telekomunikasi juga diperintahkan untuk tetap menjaga kualitas layanan telekomunikasi mereka agar penggunaan repeater tidak tambah marak. [yy/liputan6.com]

Razia Penggunaan Repeater Ilegal Bakal Digelar

Penggunaan perangkat penguat sinyal (repeater) semakin mengkhawatirkan. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menemukan bahwa perangkat itu semakin banyak digunakan oleh masyarakat tanpa izin resmi.

Di lain sisi, perangkat repeater tersebut seharusnya hanya boleh digunakan oleh penyedia layanan telekomunikasi saja yang memang pita frekuensinya sudah dialokasikan pemerintah kepada setiap penyelenggara telekomunikasi.

Untuk mengatasi banyaknya penggunaan perangkat repeater, Kementerian Kominfo dan aparat penegak hukum dalam waktu dekat akan melakukan penertiban (razia) perdagangan dan penggunaan repeater yang digunakan secara ilegal oleh masyarakat.

"Penertiban terhadap perdagangan dan penggunaan perangkat penguat sinyal di masyarakat dilakukan dengan cara menyegel atau menyita perangkat tersebut dan/atau akan dilakukan proses hukum lebih lanjut," jelas Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo, Gatot S. Dewa Broto dalam siaran persnya.

Gatot juga menjelaskan bahwa penggunaan repeater ilegal yang beroperasi di banyak wilayah di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Medan dan sebagainya akan sangat mengganggu performa jaringan milik penyelenggara telekomunikasi. Pada akhirnya hal ini juga akan merugikan pengguna layanan telekomunikasi.

Selama ini pihak Kementerian Kominfo melalui beberapa Balai Monitoring Spektrum Frekuensi Radio mengaku sudah sering melakukan penertiban, namun kadang kalah cepat karena pemasangan repeater ilegal di lapangan yang semakin massif.

Repeater berbentuk seperti sebuah decorder, yang memiliki pemancar dan biasanya dipasang di berbagai sudut ruang perkantoran maupun perumahan. Misalnya, di suatu wilayah ada seseorang yang memasang repearter dengan kapasitas yang berlebihan, maka hanya orang tersebut yang meraih sinyal bagus. Sedangkan sinyal seluler di wilayah yang berbeda akan drop, karena gangguan pancaran repeater tersebut. [liputan6.com]

No comments:

Post a Comment

terima kasih sudah berkunjung